Sebelum Dibunuh, Ini Pengakuan Kim Jong-nam kepada Sahabatnya


Seorang teman dekat Kim Jong-nam mengungkapkan bagaimana sikap anak sulung Kim Jong-il sebelum dihabisi di Bandara Internasional Kuala Lumpur Malaysia. Menurut Anthony Sahakian, nama sang sahabat, pria 46 tahun itu lebih paranoid dan ketakutan.

Menurut Sahakian, sikap ketakutan itu mulai terlihat saat Kim Jong-il mangkat pada tahun 2012. Kepada temannya, Jong-nam mengaku akan menjadi target pembunuhan oleh adik tirinya, Kim Jong-un.

"Ia takut luar biasa kala mendengar ayahnya meninggal dunia. Ia mengatakan adiknya atau siapapun bisa saja memerintahkan sesorang membunuhnya," kata Sahakian seperti dikutip dari Independent, Rabu (22/2/2017).

"Ketakutannya bahkan boleh disebut paranoid. Ia secara politik adalah orang penting, itu yang membuatnya bertingkah seperti itu," ujar Sahakian lagi.
Sahakian dan Kim Jong-nam adalah teman satu sekolah di sebuah sekolah internasional terkenal di Jenewa, Swiss.

Sahakian menambahkan bahwa Lee --panggilan akrab Jong-nam-- menginginkan negaranya melakukan reformasi dan terbuka. Namun, hal itu bertentangan dengan keinginan ayahnya.
Kim Jong-nam tewas pada Senin 13 Februari 2017 lalu. Ia diserang oleh dua orang perempuan yang salah satunya diduga menyemprotkan racun ke arah wajahnya.

Salah satu terduga pembunuh adalah WNI bernama Siti Aisyah.
Menurut penampakan dalam rekaman CCTV, si penyerang terlihat seperti Doan Thi Huong, wanita yang mengenakan kaus bertuliskan "LOL".

Setelah serangan itu, Jong-nam terlihat sempat tertegun dan berjalan cepat ke meja informasi. Ia lalu berbicara kepada dua personel di sana, seorang pria dan seorang wanita.
Petugas wanita kemudian membawanya ke bagian lain dari bangunan bandara, di mana keluhannya diteruskan ke dua polisi berseragam. Ia terlihat menggunakan kedua tangan ke wajahnya memberitahu mereka tentang serangan itu.

Jong-nam terlihat terus menunjuk ke arah wajahnya, meski ia tampak tak terluka. Kedua polisi itu kemudian membawanya ke klinik bandara.
Saat itu bahkan kakak tiri pemimpin Korea Utara itu bisa berjalan normal dan tidak membutuhkan bantuan.

Beberapa jam kemudian, dilaporkan bahwa Jong-nam sudah tewas.
Menurut Sahakian, sahabatnya itu kerap bercerita bagaimana rezim Korea Utara yang dikendalikan adiknya dipimpin oleh para jenderal tua yang ingin menekan negara itu
Menurut Sahakian, Jong-nam memiliki pandangan jauh lebih liberal  karena ia telah belajar di sekolah di Eropa semenjak ia berusia 12 tahun.

"Ia ingin keluar. Ia tak punya ambisi untuk memimpin Korea Utara," ujar Sahakian.
"Ia bahkan tidak menerima dan menghargai apa yang terjadi di Korut. Meski demikian ia tetap berhubungan dengan beberapa orang di dalamnya," tambah Sahakian.
Meskipun Kim Jong-nam bersikeras ia tak pernah secara formal membelot dari rezim, tapi ia telah tinggal di pengasingan lebih dari satu dekade sebelum tewas.
Tewasnya Kim Jong-nam menambah daftar serangkaian eksekusi sejumlah petinggi di elite Korea Utara.

Setelah duduk di kursi kekuasan, Kim Jong-un memerintahkan eksekusi petinggi pemerintah dan militer termasuk pamannya sendiri, Jang Song-thaek.

Jang adalah sosok dibalik suksesinya Jong-un, sekaligus dekat dengan Jong-nam. Itu yang membuat alasan Supreme Leader itu membunuhnya pada 2013 dan menyebut pamannya adalah 'manusia sampah'.
Pengakuan temannya itu senada dengan  Direktur National Intelligence Service Korea Selatan, Lee Byung-ho, pada 2012 Kim Jong-un menerima sebuah surat dari Kim Jong-nam. Isinya, permintaan agar pemimpin Korut itu menarik keputusan untuk membunuh dirinya.

"Kami tak punya tempat untuk pergi, tempat untuk bersembunyi. Kami sangat menyadari bahwa satu-satunya cara untuk melarikan diri adalah bunuh diri," demikian surat Kim Jong-nam kepada adiknya seperti dikatakan oleh salah satu pejabat Korsel.

Lee mengatakan, terdapat upaya pembunuhan terhadap Kim Jong-nam pada tahun yang sama.
"Ini bukan tindakan terhitung untuk menyingkirkan Kim Jong-nam karena dianggap ancaman, melainkan mencerminkan paranoia Kim Jong-un," ujar Lee.

Hingga kini, mengapa putra sulung Kim Jong-il itu dihabisi masih jadi misteri. Pihak Korea Selatan menyebut, pembunuhan tersebut adalah 'aksi terorisme' dan menuding tindakan sadis itu dilakukan atas perintah Pemerintah Korut.

Dugaan tersebut diperkuat fakta bahwa lima warga Korut saat ini sedang diselidiki aparat Malaysia.

Lantas, mengapa Pyongyang ingin membunuh Kim Jong-nam, anggota keluarga dinasti yang masih berkuasa? Sejumlah ahli dan pengamat mengeluarkan pendapat mengapa ia dibunuh, seperti dikutip dari CNN, Senin 20 Februari 2017

0 Response to "Sebelum Dibunuh, Ini Pengakuan Kim Jong-nam kepada Sahabatnya"

Post a Comment